Thursday, December 9

Contemplation: Choose, Do, Love, and Respect. Do We?

Firstly, I have to remind you that this is not a note about love and relationship, if you think that way. I won't say it is about motivational note too, because I don't feel like I can motivate anybody. let's say that this is only my conscious thought about social life..
In case of bilingual ability of you, my readers, so I am going to use Bahasa Indonesia for this note (I am not humiliating your ability in reading English literature, of course)..

Pernahkah kamu menemukan seseorang (atau banyak orang) yang mengeluhkan apa yang mereka kerjakan atau apa yang menjadi pekerjaan mereka? Pernahkah kamu merasakan hal yang sama? Mengapa ketika kita melakukan pekerjaan (yang artinya, kita melakukan sesuatu) kadang disertai rasa malas dan bosan?
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tak pernah puas pada apa yang telah ia capai. Di sisi lain, ketika kepuasan itu tak kunjung datang, maka pemikiran seperti "bahwa saya telah gagal" atau "betapa sulitnya" itu kadang muncul. dan pada saat itulah, yang dinamakan jenuh. Lalu apa yang membuat mereka terus bertahan pada keyakinan bahwa pencapaian itu bisa mereka dapatkan?

Menurut pendapat saya, warga Indonesia terlalu terdoktrin dengan jumlah rupiah. Dalam memilih pekerjaan, tak jarang jika apa yang mereka inginkan adalah nominal gaji yang tinggi dan bisa menghidupi (setidaknya) dirinya sendiri, juga keperluan-keperluan lain selama satu bulan penuh (jika gaji diberikan satu bulan sekali secara rutin). Apa yang mendasari semua ini? Jika kita lihat kembali buku-buku usang masa sekolah kita dulu, apakah kamu masih bisa menjabarkan apa itu kebutuhan Primer, Sekunder, dan Tertier? Dan jika kamu bisa mencocokkan dengan kondisi masyarakat kita pada saat ini, bukankah disana terlihat betapa tingginya inflamasi yang tertumpuk di kebutuhan Primer. Setiap orang menyadari itu.

Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat kebutuhan primer saya berikut ini:
  • papan -> setidaknya, sebuah kamar.
  • sandang -> pakaian yang saya pakai setiap harinya.
  • pangan -> makanan yang saya beli dan makan setiap harinya.
apakah cukup sampai disitu? ternyata saya masih membutuhkan:
  • elektronika -> komputer/laptop, telepon genggam, televisi.
  • kendaraan -> motor/mobil.
untuk selanjutnya, mari kita sebut kebutuhan ini sebagai kebutuhan "neo primer".

apakah kamu merasakan peningkatan serupa? Karena saya hanya bisa mencontohkan, dan ternyata contoh yang saya berikan itu belum ada apa-apanya dari beberapa orang lainnya.

Jika dilihat, kebutuhan yang tadinya bisa saja tersier, mendadak menjadi kebutuhan primer. siapa yang bisa disalahkan?
Apakah kita yang merasa memiliki gaji kecil dan - bahkan kebutuhan neo primer pun tak bisa kita penuhi - yang menyalahkan keadaan ini?
Dan jika kita menyalahkan keadaan modernitas dunia yang menuntut kita untuk terus berkembang, bagaimana dengan orang-orang kecil yang masih menganut asas "yang penting bisa makan"? Mereka yang hanya bisa (tentu saja, terpaksa) memperhatikan apa yang akan mereka makan hari ini dan esok hari.

Disinilah perbedaan penting antara modernisasi dan westernisasi. Tak masalah jika kita menjadi modern, tapi akan sangat salah jika kita terlalu berkiblat pada dunia barat. Dari segi ekonomi (walaupun Amerika sekarang sedang dilanda krisis terparah sepanjang sejarah), tapi tetap saja kita, warga Indonesia, secara universal tidak bisa dibandingkan secara finansial dengan mereka. mengapa kita harus bersusah payah dengan menghabiskan uang berjuta-juta setiap bulannya hanya untuk berbelanja, dan ketika melirik tabungan, kosong.

Penting untuk diingat, Indonesia memiliki citra yang baik di mata dunia. Baik bidang budaya, pariwisata, dan individu-nya. Kita memiliki 'nama' yang indah tersendiri, yang beda dengan mereka warga asing, khususnya Barat. Jika kita dilihat sebagai warga yang santun, maka memang kita seperti itu. Jika kita dilihat sebagai warga yang sederhana, maka pertahankan citra itu. Tak perlu menjadi orang lain jika ingin dihargai, yang penting pemanfaatan dan eksplorasi di dalam diri kita sendiri.

Jika kamu melihat sekelilingmu, dan kamu merasa bahwa kamu ada di kasta terendah, atas dasar apa?

Inilah yang mesti kita bangun dari sekarang. Kita harus pintar memilih, melakukan, mencintai, dan menghormati. Kita, bangsa Indonesia, punya harga diri. Mengapa bangsa asing begitu mencintai kebudayaan kita sedangkan kita sendiri tidak? Karena Empat Poin penting yang saya sebutkan diatas, belum mendarah daging di diri kita.

Kembali ke topik awal, apa yang menjadi permasalahannya adalah, ketika kita merasakan suatu keadaan dimana "saya belum cukup kaya", maka yang kita lakukan adalah 'membaret nadi kita sendiri' demi rupiah yang terus mengalir. Dengan men-Tuhan-kan modernisasi, dan dengan tekad "yang penting saya senang", maka kita secara tidak langsung sedang berdiri di sebuah kesenangan semu.

Saya tidak pernah berkata bahwa saya adalah orang suci yang sama sekali tidak merasakan hal yang berbau modernisasi. Jika kalian berpikir bahwa saya tidak suka mencari pekerjaan yang mempunyai nominal minimum enam digit, maka saya bohong besar. Dan jika kalian berpikir bahwa apa yang saya pakai saat ini, adalah batik, maka kalian juga salah besar.

inilah empat poin penting itu, dan saya jabarkan menurut pendapat saya saja:

CHOOSE
Yang  pertama adalah, bagaimana kita secara cerdas memilih apa yang baik untuk kita, bukan hanya yang bisa membuat kita bergelimangan harta dan lalu mati dengan perasaan was-was, "akan mengalir kemana harta saya?". Tentu dalam memilih pekerjaan, kita harus memperhatikan hal-hal penting, seperti akan bertahan lama atau tidak kita di bidang itu. Atau, jika kalian berpikir lebih jauh, sebaiknya pikirkan mengenai hal yang satu ini: "Jika saya menikah nanti, apakah istri/suami dan anak-anak saya, tercukupi kebutuhannya berdasarkan gaji yang saya terima?". Pertimbangan tentang bagaimana memilih pekerjaan, adalah hal pertama yang penting untuk dilakukan. Di sisi lain, banyak orang yang tidak mempunyai pilihan. Inilah salah satu kelemahan yang seringkali kita hadapi, karena secara tidak langsung bersinggungan dengan yang namanya "taraf hidup dan edukasi".

DO
Lakukan. Jika itu sudah menjadi pilihanmu, selanjutnya hanya tinggal melakukan apa yang seharusnya kamu lakukan. Jangan pernah berpikir bahwa ketika kita bekerja, maka kita akan mendapatkan uang. Jangan dulu berpikir bahwa kita bekerja, maka kita bisa melakukan apapun yang kita mau, membeli barang apapun yang kita suka, karena kita akan punya uang. Lakukan pekerjaan itu, dengan maksud karena itu semua sudah menjadi tanggung jawabmu. Karena semua itu sudah menjadi pilihanmu, dan juga masa depanmu. Selanjutnya, bagaimana kamu mengelola gaji yang kamu dapatkan, itu tergantung pada bagaimana kamu menghargai dirimu sendiri. Mau sampai kapan menyalahkan orang lain dengan terus-menerus mencaci: "Saya bukan Sapi Perah!" sedangkan kamu sendiri yang membuat dirimu seperti itu.

LOVE
 Cintai pekerjaanmu. Ada sebuah pepatah yang sampai sekarang tidak akan pernah saya lupakan: "Do what you love, and love what you do." Yang artinya, "Kerjakan apa yang kamu cintai, dan cintailah apa yang kamu kerjakan." Dari poin pertama (Choose), bisa kita ambil kesimpulan ringan bahwa apa yang sekarang ini kamu kerjakan adalah hal yang kamu cintai. Lalu yang selanjutnya harus kamu lakukan adalah cintai pekerjaanmu. Ketika kita merasa nyaman dalam melakukan suatu pekerjaan, maka kita akan dengan senang hati melakukannya. Terlepas dari perasaan jenuh, tentu saja. Karena sekali lagi, saya tekankan, perasaan itu sangat manusiawi. Jika kita sudah merasa senang dalam melakukan pekerjaan itu, maka pencapaiannya pun akan terasa maksimal.

RESPECT
Hormati apa yang kamu kerjakan, hormati dirimu sendiri, hormati pekerjaanmu.

1. Hormati apa yang sedang kamu kerjakan.
Kamu bisa berimajinasi tentang dirimu sendiri yang sedang berjuang keras untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, dan gambaran-gambaran masa depanmu, lalu hormati itu semua sebagai perjuangan kerasmu. Jangan pernah merendahkan apa yang kamu lakukan, jika itu memang yang terbaik untukmu.

2. Hormati dirimu sendiri.
Karena selelah apapun kamu bekerja, segiat apapun kamu berusaha, jika pada akhirnya semua yang kamu capai tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan, kamu tidak akan merasa payah dan tidak berguna. Setidaknya, yang kamu lakukan itu, adalah jalan panjang untukmu sendiri dalam mengasah keterampilanmu. Jika kamu merasa terus-menerus kekurangan, maka yang akan kamu dapatkan hanya kekecewaan.

3. Hormati pekerjaanmu.
Pekerjaanmu adalah tanggung jawabmu. Pekerjaanmu adalah hal yang suatu saat nanti, akan kamu pertanggungjawabkan di depan khalayak manusia, bahkan Tuhan. Hormati bidang yang sedang kamu jalani, dan jangan pernah mengeluhkannya. Jika kamu mengeluhkan pekerjaanmu, maka kamu mengeluhkan kemampuanmu sendiri. Dan orang yang mengeluhkan kemampuannya sendiri, adalah orang yang bahkan tidak percaya bahwa dirinya itu berharga!

Dari semua poin,  jujur, saya belum pernah terjun langsung ke pekerjaan yang menghasilkan rupiah sebagai imbalannya. Yang saya lakukan adalah pekerjaan yang mungkin bisa sebagai modal utama saya dalam mencari pekerjaan. Atau, setidaknya, sebagai ilmu humaniora yang bisa saya terapkan di kehidupan saya sehari-hari.
Selama saya berbicara mengenai pekerjaan, semuanya sesuai dengan apa yang saya lihat secara langsung maupun tidak, dari orang di sekeliling saya. Dan jika kamu mau, kamu bisa perhatikan siapapun yang ada di sekelilingmu, dan belajarlah dari sana.

Menjadi sosialis itu penting memang, walaupun saya pribadi kurang bisa mengkomunikasikannya. Semoga apa yang saya tulis disini, bermanfaat untuk semuanya.


this blog post was taken from my facebook note: http://www.facebook.com/note.php?note_id=457612153932

No comments:

Post a Comment