Menyambung dari postingan saya kemarin tentang bagaimana wanita gundah gulana seperti saya begitu sulit menghadapi satu fase penting dalam hidupnya --skripsi--.
Sebetulnya, yang jadi masalah bukan tentang bagaimana saya pergi ke kampus lalu konsultasi dengan dosen, atau langsung pergi ke self access center dan dengan mudahnya menemukan inspirasi mengenai apa yang akan saya angkat di skripsi saya nanti. Bukan pula keengganan saya memasuki perpustakaan kampus, apalagi membaca buku-buku yang berbau linguistics. Believe it or not, saya sangat suka membaca buku-buku yang berkaitan (maupun hanya sepintas) berbau linguistics.
Yang menjadi masalah adalah, keengganan saya untuk terus didorong. "Lulus!" "Lulus!" "Lulus!". Saya merasa berat sekali jika harus pergi dari kampus hanya dengan ber-title-kan "sarjana pendidikan bahasa Inggris" saja. Entahlah apa yang sebenarnya ingin saya lakukan, saya pun merasa omong kosong seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kembali pada titik penting kedewasaan saya, saya berani mengakui bahwa saya ini belum dewasa. Kekanak-kanakan, memang. Selalu menyalahkan orang sekitar, mengapa harus terus menerus mendorong saya untuk segera lulus, tapi dorongan yang diberikan itu hanya sebatas ingin menyelamatkan HARGA DIRI. Apakah begitu memalukan, punya anak seperti saya yang telat lulus 3 bulan dari waktu yang (secara kolot) ditentukan? Apakah saya begitu memalukannya, jika yang saya inginkan hanyalah sebuah kesempurnaan sebelum saya beranjak pergi dan mengarungi hidup saya sendiri?