Friday, August 13

Tuhan, Buat Aku Jatuh Cinta Padanya | Part 2 |

Menyambung dari postingan saya kemarin tentang bagaimana wanita gundah gulana seperti saya begitu sulit menghadapi satu fase penting dalam hidupnya --skripsi--.

Sebetulnya, yang jadi masalah bukan tentang bagaimana saya pergi ke kampus lalu konsultasi dengan dosen, atau langsung pergi ke self access center dan dengan mudahnya menemukan inspirasi mengenai apa yang akan saya angkat di skripsi saya nanti. Bukan pula keengganan saya memasuki perpustakaan kampus, apalagi membaca buku-buku yang berbau linguistics. Believe it or not, saya sangat suka membaca buku-buku yang berkaitan (maupun hanya sepintas) berbau linguistics.

Yang menjadi masalah adalah, keengganan saya untuk terus didorong. "Lulus!" "Lulus!" "Lulus!". Saya merasa berat sekali jika harus pergi dari kampus hanya dengan ber-title-kan "sarjana pendidikan bahasa Inggris" saja. Entahlah apa yang sebenarnya ingin saya lakukan, saya pun merasa omong kosong seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kembali pada titik penting kedewasaan saya, saya berani mengakui bahwa saya ini belum dewasa. Kekanak-kanakan, memang. Selalu menyalahkan orang sekitar, mengapa harus terus menerus mendorong saya untuk segera lulus, tapi dorongan yang diberikan itu hanya sebatas ingin menyelamatkan HARGA DIRI. Apakah begitu memalukan, punya anak seperti saya yang telat lulus 3 bulan dari waktu yang (secara kolot) ditentukan? Apakah saya begitu memalukannya, jika yang saya inginkan hanyalah sebuah kesempurnaan sebelum saya beranjak pergi dan mengarungi hidup saya sendiri?

Tuhan, Buat Saya Jatuh Cinta Padanya ..| Part 1 |

.. dan aku merasa, bahwa duniaku bukan lagi tempat dimana aku hidup dan berkembang."
 Pemikiran saya beberapa jam yang lalu.

Entah darimana datangnya, perasaan saya mengatakan bahwa jika saya menuliskan semuanya disini akan meringankan beban pikiran saya saat ini. Terlepas dari alasan krusial mengapa saya tak punya teman berbagi, tentunya. Bagi saya, ada teman ataupun tidak ada teman untuk berbagi, hasilnya sama saja. Apa yang saya alami, hanya saya yang mengerti keadaannya dan hanya saya yang bisa mengatasinya. Apakah dengan menulis disini, semua masalah akan teratasi? Tentu tidak, tapi setidaknya saya merasa lega, saya bisa bercerita sebebas yang saya inginkan, tanpa ada seorangpun yang merasa tersakiti.

Kawan, tahukah kamu dengan apa yang dinamakan skripsi?
Jika saya Empat tahun lalu yang menanggapinya, mungkin jawaban seperti ini yang akan saya lontarkan:
"skripsi sepertinya sulit."
Dan jika saat ini, saya ditanya dengan pertanyaan yang sama, lalu apa kira-kira yang akan saya jawab?
"komplikasi permainan hati, jiwa, raga, lingkungan dan realitas kedewasaan."

Narsis ala Saya

Banyak yang bertanya pada saya, "kapan menulis lagi?" pertanyaan yang bahkan saya sendiri bingung bagaimana harus menjawabnya. Saya bahkan tak merasa bahwa tulisan-tulisan saya layak untuk dibaca, atau mungkin memang tak ada yang membaca. Hal-hal yang saya tulis disini, maupun di notes Facebook hanya hal-hal subjektif tentang diri saya sendiri, dan itulah mengapa saya tak yakin kalau saya ini memang berbakat di bidang menulis -atau, bercerita-.

Sebagian orang beranggapan bahwa apa yang saya tulis (mereka yang rajin membaca blog saya, tentunya) itu menarik, entah perspektif mereka arahnya kemana. Satu hal, saya yakini pemikiran seperti ini ada di setiap kepala para pembaca semua, yaitu bahwa setiap orang memiliki cerita yang tak kalah menariknya dengan apa yang saya tulis disini. Setiap orang memiliki keajaiban-keajaiban dalam hidupnya, proses jatuh-bangun, serta peristiwa-peristiwa yang sebenarnya, "oh yeah, saya juga sempat seperti itu." atau "ah, itu sih biasa."

Kembali pada mindset setiap orang yang berbeda-beda, semua cerita itu tentu saja bisa diekspos atau -ya, lebih baik dipendam saja-. Lagi-lagi, saya coba meyakinkan para pembaca, bahwa "kenarsisan" saya yang tiada habisnya dalam mengeksplorasi apa yang sedang saya pikirkan serta apa yang sedang saya rasakan, pada akhirnya saya sendiri-lah yang merasakan kepuasan itu. Pandangan orang terhadap apa yang saya ceritakan, tentunya tak selalu baik. Tapi saya tak mau terlalu memusingkan hal yang bahkan tidak jelas alasannya.

Mengenai apa yang sedang saya bicarakan saat ini, sepertinya tak cukup banyak orang yang mengerti. Saya hanya orang biasa, dengan kehidupan yang super biasa, tapi dibalik hal-hal yang "biasa" ini, setidaknya saya bisa berbagi, walau dengan orang yang saya sendiri tidak tahu akan berpikiran seperti apa. Itukah anda, yang merasa bahwa saya hanya seorang pembual, pencipta kebohongan? Itukah anda, yang merasa miris? Itukah anda yang merasa bahwa saya lebih baik diam daripada berkoar-koar mengenai hal-hal yang dianggap tak berguna? Atau, itukah anda, yang menginginkan saya jauh lebih baik dari saat ini, disaat saya sedang menuliskan kata-kata ini, dengan diksi terbatas, mencoba terbuka pada dunia dan mencoreng-morengi tinta sejarah kepolosan saya dan membuktikan bahwa saya "beda"?

Maka saya berterimakasih pada semuanya, bahkan pada mereka yang tak mengerti apa yang sedang saya bicarakan. Pilihan anda hanyalah dua, klik icon "X" di pojok kanan atas, atau terus membaca. That's it.