Friday, August 13

Tuhan, Buat Saya Jatuh Cinta Padanya ..| Part 1 |

.. dan aku merasa, bahwa duniaku bukan lagi tempat dimana aku hidup dan berkembang."
 Pemikiran saya beberapa jam yang lalu.

Entah darimana datangnya, perasaan saya mengatakan bahwa jika saya menuliskan semuanya disini akan meringankan beban pikiran saya saat ini. Terlepas dari alasan krusial mengapa saya tak punya teman berbagi, tentunya. Bagi saya, ada teman ataupun tidak ada teman untuk berbagi, hasilnya sama saja. Apa yang saya alami, hanya saya yang mengerti keadaannya dan hanya saya yang bisa mengatasinya. Apakah dengan menulis disini, semua masalah akan teratasi? Tentu tidak, tapi setidaknya saya merasa lega, saya bisa bercerita sebebas yang saya inginkan, tanpa ada seorangpun yang merasa tersakiti.

Kawan, tahukah kamu dengan apa yang dinamakan skripsi?
Jika saya Empat tahun lalu yang menanggapinya, mungkin jawaban seperti ini yang akan saya lontarkan:
"skripsi sepertinya sulit."
Dan jika saat ini, saya ditanya dengan pertanyaan yang sama, lalu apa kira-kira yang akan saya jawab?
"komplikasi permainan hati, jiwa, raga, lingkungan dan realitas kedewasaan."

 

Okay, got it. Memang aneh, tapi seperti itulah saya. Saya memandang semua hal, pasti berkaitan dengan keadaan. Saya tak pernah merasa bodoh, walaupun sudah hampir 6 bulan skripsi saya tak juga menemukan titik terang. Yang saya dapatkan, hanya bentuk-bentuk imajiner kebingungan, hasrat memakai toga, dan membuat orangtua bangga. Dibalik itu semua, saya merasa bahwa saya tak pernah sanggup menghadapi skripsi. Apa yang terlintas di pikiran saya, mengenainya, yaitu hanya kekonyolan luar biasa tentang kesempurnaan. Bagaimana saya ingin tampil beda, bagaimana saya ingin mencurahkan fokus saya hanya untuknya.

Apapun yang menjadi hambatan, buat saya, selalu terlihat lebih besar dari aslinya. Efek fish-eye mengenai "rasa ketidakberuntungan" saya-lah yang membuat segalanya terkesan lebih sulit. Saya merasa bahwa jika saya berhenti saat ini juga, saya akan dengan cepat membunuh orangtua dan kedua adik saya. Intinya, saya belum diberi cinta yang layak pada makhluk bernama skripsi ini.

Saya memang manja, seorang yang merasa bahwa lingkungan-lah yang menjadi faktor terkuat munculnya motivasi. Saya sendiri merasa bahwa saya tidak bisa memotivasi diri sendiri, saya tak bisa berdiri kalau sekeliling saya (saya rasa) ingin menjatuhkan apa yang sudah saya bangun dengan susah payah.

Jika kalian berkata bahwa saya terlalu mengada-ada, mungkin memang seperti itulah saya saat ini. Drama Queen banget deh.

Dan tahukah kamu? Saya termasuk orang yang enggan dipaksa. Pemaksaan orangtua saya mengenai cap "SARJANA", memang telah menjadi satu titik besar di depan mata yang tak bisa dan juga tak mau saya hindari. Tapi bentuk dukungan moril, adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Saya tak mau didorong untuk segera lulus, jika apa yang ibu saya katakan: "kamu cuma nyusahin aja." Apa yang saya pikirkan saat itu, saya hanyalah sebuah kutil yang tak enak dipandang, dan jika dioperasi, pasien akan merasa lega luar biasa.

Entah apa yang telah saya perbuat selama ini, hingga pemikiran saya selalu tertuju pada satu hal, saya harus segera lulus dan punya hidup sendiri. Apa yang saya lakukan, terkesan nihil. Fungsi dari membesarkan saya, hasilnya nol.

Dan seperti apakah hidup saya jika semua orang yang ada disekitar saya berpikiran sama tentang saya yang bisanya hanya membuat kecewa?
Tuhan, lebih baik saya mati saja.

No comments:

Post a Comment