Monday, November 15

Bla Bla Bla and Poof! You Dissapear..

On the last three days I've been busy with so-called 'nothing'. Yeah, I called it nothing cause he said so. I mean, if everything on me or he had with me was nothing, so I understand why he left. Was that my words? no, it was his words.

I positively thought everything, because I only saw positive things. I negatively thought everything, because I only saw negative things. And why did he told me like I don't understand at all? I owned my feelings, so I absolutely understand, and he didn't have to make those spinning statements. That he would leave!

Friday, November 12

Ini, Seperti Kista.

Tak ada salahnya mengenang. Dan tak ada salahnya untuk mengakui kesalahan, jika apa yang dikenang terlalu menjadi panutan. Rasakan bahwa setiap harinya, hidup kita itu semakin kompleks. Kadang kita merasa tak mampu lagi untuk menjalani semuanya, menggerutu dan selalu menyalahkan keadaan. Padahal semakin kita dihadapkan pada permasalahan yang lebih rumit, semakin kita ditantang untuk lebih rumit lagi berpikir. Permasalahannya adalah, apakah kita mampu untuk tidak berpikir simpel?

Tak ada salahnya bergerak maju. Dan tak ada salahnya untuk mengakui kesalahan, jika kita bergerak ke arah yang salah. Dalam artian, kita yakini betul arah tujuan kita itu benar, tapi ternyata jalan yang kita tempuh itu lebih rumit dari yang kita kira. Akui saja penyesalan itu. Kadang manusia terlalu sombong untuk menyesal dan lalu tidak mau lagi bergerak. Stuck.

Bukan karena saya terlambat berpikir, bukan juga karena saya tidak peka terhadap yang terjadi sekarang ini. Memang Tuhan yang ngatur, tapi jelas kita yang menjalankan. Ikhtiar tanpa tawakal sama saja nol besar.

Jika mampu saya akui, saya selalu merasa bersalah pada apa yang saya jalani. Perasaan ini tak bertuan pada siapapun, saya hanya merasa bersalah karena apa yang saya jalani sekarang ini, ternyata tidak bisa memberikan secuil pun bahagia pada siapapun. Jika Tuhan menghendaki, saya selalu berharap jika 'kemarin' akan seindah 'esok hari'. Dan harapan itu akan terus ada, seiring dengan perasaan saya yang terus membahana. Bahwa saya ingin bahagia, bahwa saya ingin orang di sekeliling saya bahagia -- oleh saya.

Ini semua seperti kista, membuat khawatir saja.

When I'm Feeling This Way...

Before I write what I thought, I just want you to know that now, I currently listening to: "Homogenic -- Are You Happy Without Me." Please subscribe to their music. :)

And here it goes.. Gini. Sesuatu yang terlihat di depan mata adalah hal yang nyata. Jika ada satu hal yang ternyata tak bisa kau lihat, tetapi bisa kau rasakan, apakah itu satu hal yang juga nyata? Pernahkah suatu ketika kau merasakan sesuatu yang kau sentuh itu ternyata 'tidak nyata'? Maka seperti itulah aku sekarang. Kenyataannya, aku selalu merasakan hal seperti itu, walaupun kucoba untuk menganggapnya ada, tapi nyatanya tidak.

Aku merasa bosan, sungguh. Semua yang ada di sekitarku, semua yang kutatap, tak lagi bisa kurasakan. Mati rasa, mungkin. Aku tak pernah menyalahkan keadaan seperti ini, karena bahkan aku pun butuh saat-saat seperti ini. Karena memang, roda-roda kehidupan sudah seharusnya seperti ini. Dan kini yang kucari bukanlah sesuatu hal diluar kebiasaan, sesuatu hal yang tabu, atau mungkin sesuatu hal yang bisa membahayakan diriku sendiri. Aku hanya ingin mendapatkan 'extraordinary experiences', yang aku yakin bisa mematahkan semua keluh kesahku, dan membangun the most affordable satisfaction!

Begitu banyak yang bisa kulakukan, tentu saja. Sangat banyak bahkan aku sendiri sangat tertarik untuk memikirkannya satu persatu. Contoh yang paling mengasyikkan adalah ketika membayangkan aku ada di sebuah tempat, dimana langit dan laut bersatu, dimana mentari dengan jelas menyilaukan mataku. Aku selalu merasa bergairah jika membayangkan itu. Aku, selalu merasa senang, walau hanya dengan memikirkannya saja.

Dengan semua hal yang memaku aku di tempat ini, aku sadar bahwa suatu saat nanti, aku akan merindukannya. Merindukan masa-masa seperti ini, membolak-balik cerita usang yang mungkin nanti aku suka, tersenyum sendiri, atau mungkin, akan kuceritakan dengan bangga pada suamiku dan anak-anakku kelak.

 Hanya dengan tulisan, aku mampu katakan semuanya. Hanya dengan mengungkapkan seperti ini, aku ingin berbagi. Bahwa kadang manusia pernah ada di saat seperti ini. Seperti kata-kata yang aku simak di FTV tadi, kalau "Semua orang juga pernah jadi bego." Aku harap, 'kebegoan' ini tidak menjadi satu hal yang lumrah. Karena aku jauh lebih baik jika tidak bego!

Semoga, setelah ini, esok, dan hari selanjutnya, aku akan terus belajar. Dan hey, belajar itu tak selalu dari hal yang 'baik'. Aku harap, dari semua perasaan dan pengalamanku di hari-hari yang lalu bisa membawaku ke tempat yang lebih indah, tentu dengan pemikiran yang lebih dewasa. Amin. :)


P.S: Pinko tiba-tiba mati. Dia gak pernah kayak gini sebelumnya. Apa mungkin aku bikin dia sekarat? Oh.. I'm so sorry, Pinko.. :((

Monday, October 18

Potret Diriku dan Malam di Pasopati

Pasopati tak pernah sesunyi ini, jalanan panjang dengan tiang menjulang megah ditengahnya, lampu-lampu rumah yang tak pernah padam geloranya di kala malam. Sesekali satu atau dua kendaraan melaju dalam gerak lambat atau, memang mataku yang tengah rabun dan samar? Anginnya tak pernah sedingin ini, kudukku berdiri dan hawa dingin menghentak-hentakan bibir. Ia pula yang menghempaskan sampah dan puntung rokok ke segala arah. Protes kepalan tangan di dalam Parka tak menghilangkan satu derajatpun menjadi hangat. Tapi aku suka ini.

Tundukku malu padanya, sang purnama yang gagah bertalenta. Ia mencerahkan dunia, dalam malam, yang bahkan mungkin hanya aku yang kini tengah tersadar bahwa tanpa kerlip lelampuan pun ia akan tetap benderang. Disaat semua orang mendengkur dan bermimpi tentang esok hari, disaat sang petualang malam menjaja diri, disaat sang pencari senang bergoyang dan bernyanyi. Dan bulan akan tetap seperti ini.

Capuchon diatas kepalaku terjatuh, dan aku membiarkan sepoi angin dengan santai membelai rambutku. Kupejamkan mata, sedikit menghela, seolah rasa didalam sini tak lagi bisa membendung teriakannya. Protes diri terhadap temaramnya hati tak bisa kusembunyikan lagi. Dan iapun jatuh, membasahi aspal hitam jalan layang ini. Kuiris tangisku, kugigit ujung piluku. Tuhan tahu aku seperti ini, sendiri di kota ini dan terjerembab pada kompromisasi semu tentang semua hal yang dulu menjadi panut diri.

Kupeluk lututku, dengan telunjuk kugariskan abstrak diatas debu. "life". Dan gambaran tentang itu, seolah mengikuti kerumitan isi kepalaku. Membentuk mosaik dari setiap darah dan peluh, dari setiap tangis dan tawa. Kulihat masa depan, kulihat mereka yang tengah tersenyum lelah, dan bangga.

Apalah arti sebuah tanya jika tak ada jawabnya? Karena kupikir semua hal yang tabu dan abstrak tentu ada arti dibalik keambiguannya. Dan apalah arti mimpi jika esok hari ku hanya bisa melihat semua seolah seperti ... mimpi?

Jika kutelanjangi aku dan kujatuhkan tubuhku diatas puluhan meter jembatan ini, lalu apa yang akan terjadi? Apakah sorak sorai tawa dari sekumpulan iblis ataukah riuh rendah orang-orang terkasih yang menangis? Pun aku tak mengerti.

Dan dalam pekatnya malam ini kubiaskan segala ocehan bawah sadarku, dengan segala deru dentingan mimpi berjatuhan, perlahan tapi pasti akan kususun lagi pecahannya.


Rissa Ramadhani Fauzia, 05:37 PM 11-10-10

- ada kata yang berhamburan, jauh di dalam pesona warna-warni Bandung. Itu ada aku, walau semu. -