Tuesday, September 28

Pleasantly Confess, I Don't Know What I Feel!

Before I get in, firstly I turned off anything, including lamps, except this one: Roadcream Playmix by @angkuy from @bottlesmoker. Ask me if you want to download this playmix, I will gladly share it to you. :)

It's been a month I didn't post anything in here, no it is not because I've been busy. Kereta per-skripsi-an saya sebentar lagi akan melaju, dan saya sedang dalam tahap persiapan agar tidak tertinggal, karena kereta-kereta lain sudah dalam perjalanannya masing-masing. Ok, forget for a while about my paper project, now I really want to talk about anything, anything, except that.

Saya enggan bercerita mengenai bagaimana akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari sini -> 'celotehan cewek patah hati', karena saya sendiri tidak mengerti mengapa. Alasan-alasan teoritis tentang semua itu terangkum apik di benak saya, dan secara praktis, saya jalani saja perasaan yang sedang saya tumbuh-kembangkan sekarang ini. Saya jalani sebagaimana mestinya, tanpa bermaksud untuk membuatnya seakan-akan ada karena saya 'paksa' untuk ada.

Sedikit tentang pria yang beruntung itu, saya sebut dia X. Pertama saya mengenalnya, jalan itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Prosesnya tidak rumit, karena saya yakin ada tangan Tuhan dibalik semuanya. Namun jika saya menceritakannya kembali disini, agaknya kalian akan kebingungan, dan mungkin tertawa. Ya, tertawa. Jangan takut untuk menertawakan hal ini, karena jika saya mengingatnya pun, saya tertawa. :)

 

Tak pernah terpikirkan sebelumnya, bahwa saya bisa se-penasaran ini pada seseorang. Dari sekian banyak Permintaa Pertemanan yang saya dapat di FB, cuma FB dia yang saya konfirmasi. Dan juga ketika untuk pertama kalinya saya mengeksplor seluruh tetek bengek fitur facebook-nya, entah apa yang saya pikirkan saat itu. Itu tepat setelah saya mengkonfirmasi pertemanan kami, untuk pertama kalinya. Satu hal yang saya pikirkan: dia dewasa. Tak sedikitpun terlihat oleh saya, bahwa dia ternyata 'sakit', sama seperti saya. Ya, sakit. Dan itu terasa lebih menyakitkan lagi ketika saya mengetahui permasalahannya adalah tentang wanita.

Lima bulan berjalan sudah, sejak hari itu, saya pikir tak ada hari tanpanya. Baik itu SMS atau telepon, kami tak pernah lepas koneksi. Walau hanya pertanyaan basi seperti: "lagi apa?" atau "hari ini mau kemana?" tapi saya rasa ini cukup membuat saya tenang. Dan apakah ia berpikiran seperti itu juga? Entahlah.

Jujur saja, saya tidak mengerti apa yang sedang saya rasakan. saya enggan menyebutnya 'cinta' karena ini belum tentu cinta. Tapi elemen rindu dan cemburu sudah seringkali saya rasakan, walaupun tidak saya tunjukkan. Dan saya yakin, ia tahu betul apa yang saya rasakan. Bagaimanapun, reaksi kimia antara pria dan wanita, jika memang diantaranya ada cinta, itu pasti terasa. Saya juga yakin, bahwa ia seringkali menebak jalan pikiran saya dan apa yang saya inginkan untuknya, juga untuk saya.

Masalahnya adalah, kami bukan siapa-siapa. Saya selalu dengan mantap menjelaskan pada seluruh kawan saya, jika mereka bertanya tentang X, bahwa ia adalah teman saya. Dan dibalik jawaban yang saya berikan pada mereka, saya merasa sakit di dalam sini. Karena teman tentu tidak seperti ini. Betapa beruntungnya saya, yang selalu bisa memproteksi diri saya sendiri dari hal-hal yang menyakitkan dan juga bisa mengubah apa yang saya pikirkan kemarin, hari ini dan esok hari.

Saya rasa, tak perlu lagi ada pertanyaan (padanya) seperti: "apa kamu sayang aku?" "mau sampai kapan seperti ini terus?" dll. Dan saya pun mulai belajar menerima jika pada akhirnya ia jatuh cinta, walaupun bukan dengan saya. Saya enggan memaksanya untuk "ayo, lihat saya saja!" karena harga diri saya mengatakan, bukan seperti itu cara menyayangi seseorang. Jika dia telah siap berdiri sendiri, dan kemudian berniat berjalan menjauhi saya, walaupun dengan tangisan mungkin saya akan dengan tersenyum mengucapkan selamat tinggal.

Kembali lagi mengenai perasaan saya, cukuplah seperti ini saja. Pertimbangan demi pertimbangan tentu saya pikirkan, dengan harapan jika saya terjatuh nanti, tidak akan terasa terlalu sakit. Jika yang saya lihat darinya adalah sebuah kesempurnaan, maka saya dengan bangga, bisa berkata pada kalian bahwa pada setiap harinya, persentase kesempurnaannya berkurang sedikit demi sedikit. Dan pada akhirnya nanti saya akan melihatnya sebagai 'manusia biasa'. Saat itulah, mungkin saya akan merasakan cinta atau bahkan dengan bangga mengatakan: "dia teman saya."

Maka dari itu, bicaralah padanya. Pada hati. Bukan ingin saya jika pada akhirnya saya merasakan ini pada orang yang (mungkin) tidak peduli pada apa yang saya rasakan, dan saya pun tidak masalah jika ia pada akhirnya jatuh hati lagi, bukan dengan saya. Jelas semua gambaran sudah terbayangkan oleh saya, mulai dari level 'terindah' sampai 'terpahit'. Satu yang pasti, di setiap doa dan harapan saya saat ini, namanya selalu ada walau dalam konteks yang lebih rumit dari sebelumnya. Saya tahu Tuhan tahu maksud saya.

P.S for X:
"Mungkin aku adalah orang terumit yang mungkin orang lain akan hiraukan. Tapi aku tahu, kamu tidak seperti itu. Kamu selalu berusaha membaca aku, walaupun jarak puluhan kilometer itu jadi hambatan. Dan mungkin aku adalah orang yang membuatmu risih, dan oleh karena itu aku bersyukur karena setidaknya dalam beberapa menit setiap harinya, aku selalu ada di pikiranmu. Dan, mungkin saja, perumpamaan aku tentang 'House of Cards', bisa menjadi terbalik, seperti yang aku nyanyikan untukmu tadi malam. Tentu saja, itu bukan harapanku. Jelas saya ingin lebih. Tapi, setiap jalan yang sedang kita tempuh, aku yakin, kita akan menuju tempat yang lebih indah. Seperti apapun itu akhirnya. Dan tetaplah menjadi kamu, dan aku akan tetap berkutat dengan segala riuh-rendah kebisingan di hatiku. Pada saatnya nanti jika aku sudah bisa memutuskan, ku harap memang itu yang terbaik untuk kita. Rencana adalah rencana, tapi perasaanku yang akan memutuskan akan seperti apa kita. Tentu semua ini tak ada hubungannya denganmu, karena kamu hanya berperan sebagai objek dari keegoisan perasaanku. Jadi tak perlu mengkhawatirkanku akan berubah menjadi Godzilla nantinya, yang siap mencabik-cabikmu jika 'hasrat'ku tidak terpenuhi. Entahlah, yang  kuinginkan saat ini hanya bersamamu. Itu saja. Terima kasih untuk semuanya, aku harap tak ada lagi pembahasan mengenai status kita sampai pada akhirnya kita siap untuk pergi, kemanapun tujuannya. :)"

No comments:

Post a Comment